Judul diatas saya dapat, saat sabtu pagi saya hadir dirapat kelas anakku yang baru saja naik kelas empat.Menarik sekali untuk saya jadikan judul, karena beliau bercerita di akhir rapat, seakan sebuah ungkapan hati yang telah lama terpendam. Permasalahan klasik ,yang terjadi, dimana sebuah sekolah Islam dimana naungan yayasan harus berbenturan dengan berbagi kepentingan.Menjadi menarik, karena yang terjadi adalah hak-hak guru yang mesti dikorbankan.10 tahun mengajar dengan gaji yang tidak cukup sebulan untuk dimakan,sementara pimpinan yayasan adalah seorang yang menaungi sebuah pesantren dengan santri ratusan.moto yang dikumandangankan sebuah perjuangan, adalah pengorbanan yang memang harus dengan segala resiko. Keikhlasan. Sebuah kata-kata yang mesti ditelan bersama himpitan hidup yang terus menekan.Disatu sisi hati seorang guru paham bagaimana menjaga sebuah kualitas pendidikan,dilain hal yayasan memiliki kepentingan untuk membesarkan diri dengan kuantitas sebagai bagian dari syiar.Sementara para orangtua terheran-heran dengan slogan sd Islam Plus,yang jauh dari konsep keIslaman. Begitulah terus proses bergulir.Jumlah siswa kian membesar, tidak sebanding dengan kesejahteraan guru.Sementara para orangtua kian menuntut untuk terus dan terus menjaga kualitas anak didiknya. Bagaimana ini bisa dipertemukan?
1.Kembali ke visi misi pendidikan Islam
Visi misi Islam digambarkan sebagai segitiga.Dua garis vertikal yang bertemu pada satu garis horisontal. Garis vertikal pertama menggambarkan bahwa ilimu seluruhnya dari Allah, baik ilmu agama ataupun ilmu umum.Garis vertikal kedua menggambarkan seruan untuk membaca (iqro) dengan segala aktivitas dan dinamikanya, dan iqro itu hendaknya disertai dengan bismirobbika.Garis terakhir adalah horisontal yanh menggambarkan emosi manusia yang hendaknya stabil,Dalam surat An Nisa:9 dikatakan:
"Dan hendaklah takut kepada Alloh (cemas) orang-orang yang seandainya meningglkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka.Oleh karena itu hendaklah mereka bertaqwa dan menjaga perkataan mereka dengan perkataan yang benar,"(An nisa:9)
Ayat tersebut secara tersirat menyeru agar tidak meninggalkan generasi yang lemah, mengkhawatirkan dsan mencemaskan. Kelemahan ada dalam dua segi, yaitu segi fisik dan materi,seperti lemah materi dan tidak terampil serta segi lemah mental spiritual dengan tampilnya generasi yang membelakangi agamanya.Kelemahan yang paling krusial adalah kelemahan iman spiritual.Rosullloh berkata:
Almu'minunul qowwiyukhoiruu ahabu minal mu'minudhoifu
"Orang mukmin yang kuat lebih dicintai dari pada mu'min yang lemah.
Kekuatan disini dimaknai juga oleh Rosululloh, Bahwa kuat bukanlah yang bisa mengalahkan sekian banyak orang, tetapi kuat adalah yang mampu menguasai diri di saat emosi.(HR. Muslim)
Kembali ke masalah diatas,untuk membangun sebuah konsep kelembagaan Islam dengan mengusung cita-cita mulia bagi generasi Robbani, harus di mulai dengan niat, siqohbillah,dan istiqomah yang kuat ,bagi para pendirinya.Niat yang kuat akan cita-cita mulia semata sebagai amanah, Kekuatan iman yang kokoh, istiqomah membawa syariah.Akan melupakan bayak kepentingan yang sekedar bersifat publisitas sebagai unjuk kekuatan.Tetapi akan lebih mengembalikan pada nilai-nilai dasar sebuah proses pendidikan.Bila itu berjalan indah,akan hapuslah banyak kepentingan pribadi.Hingga mengaburkan nilai-nilai yang tertanam diawal proses pendirian sebuah lembaga pendidikan. Kesalahan klasik dan selalu terulang dari umat Islam.Diawal teguh berjuang, ketika besar lupa akan garis-garis perjuangan. Mengapa kita tak pernah belajar dari sejarah, dimana Islam mengawali kemenangan perang Badar bukan dari jumlah yang besar,dan mendapatkan kekalahan di perang Uhud bukan pula karena jumlah yang kecil. Buklan karena KUANTITAS, tapi KUALITAS. Karena iman adalah energi jiwa. BIsa memberi kekuatan bagi orang sekelilinginya. Bila garis-garis konsep pendidikan ilahi dipegang, insyaAlloh,visi pendidikan akan tercapai.
b.menerapkan konsep magemen Islam di lembaga pendidikan Islam
Rendahnya kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia, sudah menjadi rahasia umum. Kurikulum Indonesia lebih banyak dibuat dengan menonjolkan nilai- nilai materialis dan kebendaan, ketinggian IQ tetapi tidak mengarah pada ketinggian EQ dan SQ (spiritual Question)Anak dikatakan berhasil bila nilai rapornya tinggi sekalipun mental spiritualnya rendah.Maka akan lahir anak-anak bangsa yang cerdas tetapi tidak menghaegai menyalitas dan moral serta nilai-nilai uluhiyah.Anak yang cerdas lebih dipuji daripada anak yang sholeh.Padahal kesholehan adalah pasti kecerdasan, sementara cerdas belum tentu sholeh...
Dalam hal metodologi pengajaran, Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara maju.Guru di sini lebih memposisikan sebagai subjek pendidikan dan anak sebagai objek pendidikan (center teaching)Maka lahirlah anak didik yang miskin pengalaman pelajaran yang diperolehnya. Berbeda dengan barat.yang menjadikan anak sebagai subjek dalam pengajaran. Sangat menekankan pada diskusi, dialog, analisi yang memancing siswa berpikir kreatif.
Kalau kita kembalikan pada konsep pengajaran Islami, bagaimana Rosululloh Saw, sebagai pendidik mencontohkan pada kita bagaimana semestinya seorang pendidik dan anak didiknya.Ketika Jibril datang ditengah halaqoh beliau, berlaku sebagai murid dan menanyakan hal-hal tentang ke Islaman. Sebagai pendidik  beliau mengajarkan dengan memperlakukan setiap muridnya sama baik yang  baru ataupun lama. Metode ini menumbuhkan keuletan dan semangat tinggi bagi muridnya dan mewujudkan persamaan fikroh antara guru dengan murid.Beliau juga menjawab setiap pertanyaan Jibril dengan seksama dan memberi jawaban yang memuaskan.mengijinkan muridnya menyampaikan ganjalan hatinya,karena setiap pertanyaan akan memberikan manfaat bagi penanyanya.
Konsep pengajaran yang baik bisa terwujud jika dibalut dengan managemen yang baik pula. Sebuah lembaga pendidikan Islam, seharusnya, memberikan peluang dan kesempatan bagi para guru yang berada dalam naungannya untuk terus meningkatkan kualitas pengajarannya.Profesi guru,memang sebuah pengabdian tetapi tetaplah harus diukur dengan nilai-nilai kesejahteraan. Menciptaka lembaga pendidikan Islam tentu janganlah sampai mengabaikan nilai-nilai Islam, dimana Islam sangatlah mengutamakan pendidikan dan pendidik itu sendiri.Bagaimana sebuah proses pendidikan dapat tercipta jika seorang pendidik terabai kesejahteraannya?
Ad-Dhimasqi menceritakan suatu kisah dari al Wadliyah bin Atho yang mengatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak- anak.oleh Kholifah Umar bin Khotob atas jerih payah beliau memberikan gaji sebesar 15 dinar tiap bulannya ( 1 dinar = 4,25 gram emas) Dari kisah tersebut, dapat ditunjukkan bahwa pendidikan dan para pendidik menempatkan skala prioritas bagi sebuah negara yang Islami. Bila itu tidak memungkinkan berarti. bagaimana lembaga pendidikan Islam menempatkan managemennya yang beroirientasi pada kesejahteraan guru sebagai ujung tombak lahirnya generasi Robbani.Managemen Islami tidaklah menyampuradukkan kekuasaan sebagai titik tolak sebuah kebijakan. Dalam hal ini, pimpinan yayasan harus mampu menempatkan diri sebagai tokoh panutan, murrobi ruhani yang mampu memberi tauladan dan rujukan pada hal- hal yang bersifat syari'iyah, mendasarkan kebijakan pada kepentingan anak-didik dan pendidik. Karena merekalah tujuan lembaga ini dirikan. Mengedepankan kualitas bukan kuantitas.Menegakkan profesionalitas bukan egalitas.Dan..terakhir meluruskan niat awal sebuah cita-cita mulia. Bila itu dapat terlaksana semua berjalan dalam koridor ilahi, Insya Alloh  masalah curahan hati tidak akan terjadi. Lupakan siapa diri ini, tapi bagaimana menjadi insan sejati yang mengabdi semata pada Ilahi.
Pemimpin, atau guru yang baik, bukanlah karena banyaknya murid, tapi ,bagaimana dia mampu menyampaikan ilmunya dengan hati yang terjaga, bukanlah lisan yang mudah bicara.
Sabtu, 26 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



1 komentar:
Ada sebuah pesantren Islam yang cukup terkenal di Jakarta, dibilangan Kebayoran Baru. Sekolahannya, kalau kita perhatikan, bukan main mewahnya, ini terlihat dari anak-anak sekolahnya yang pulang pergi diantar dengan mobil-mobil mewah. Tetapi, dari segi mutu, ya agak memprihatinkan, karena contoh dari lulusan SD tahun ajaran sekarang, yang mendaftar di SMP Negeri 19 ada 30 orang murid, ternyata yang diterima hanya 4 orang murid.
Hal lain yang saya amati, sekolah yang kaliber mewah ini, kabarnya tak ada memberikan perhatian dan kepedulian sosial, seperti memberi bea siswa kepada 'murid-murid' yang berprestasi tetapi 'orang tuanya' kurang mampu. Misalnya, sekolah ini bisa menyeleksi murid-murid berprestasi dari sekolah tingkat bawahannya disekitar kawasannya.
Sebab, dari anak-anak yang diberi bea siswa ini, Insya Allah akan menciptakan murid yang bersaing dan bermutu. Dan, bila anak murid ini dapat menyelesaikan pendidikannya, tidak mustahil sekolah ini dapat pula memanfaatkan tenaganya dalam kelangsungan pengelolaan sekolah atau yayasan ini.
Posting Komentar